Viral Siswa Korban Bully hingga Pindah ke SLB, Begini Fakta dari Orang Tuanya

Viral Siswa Korban Bully hingga Pindah ke SLB, Begini Fakta dari Orang Tuanya

 


           Sekilas Firmansyah seorang siswa sekolah dasar (SD) pindah ke sekolah luar biasa (SLB) di Kabupaten Semarang atas permintaan orangtuanya yang bernama Suwadi. Alasan pindah karena kondisi mental IQ di bawah rata-rata sehingga membuat aktivitas belajar di sekolah reguler lambat dalam menerima pelajaran.


"Jadi gurunya itu bilang ada keterbatasan berpikir pada anaknya. Pihak sekolah meminta tes psikiater di RSUD Salatiga, dan hasilnya memang anak ini di bawah rata-rata," kata Ketua RT 2 RW 3 Dusun Doplang Dua Desa Pakis Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Kuncoro saat ditemui di rumahnya.


Mengetahui hasil tes IQ oleh pihak sekolah memanggil orangtua murid untuk memberikan pemahaman. Atas keputusan itu orangtua berniat memindahkan anaknya ke sekolah luar biasa dan kejadian itu sudah sekitar empat tahun yang lalu.


"Pemahaman guru waktu itu bilang anak tidak bisa menerima pelajaran. Sebab, kelas 1 dan kelas 2 pernah tidak naik kelas. Dan pak Suwadi memahami keadaan dan akhirnya pindah sekolah di SLB," ungkapnya.




Namun, saat ini anak yang berusia 12 tahun itu sudah bisa mengikuti pelajaran dengan baik di sekolah inklusi kelas 5. Meski orangtuanya harus rela mengantar jalan kaki menyusuri areal sawah dengan jarak tempuh rumah ke sekolah mencapai 5 kilometer. 


Karena niat belajarnya yang membuat Firman kembali sekolah.


"Anaknya rajin dan punya kemauan, semangat sekolah. Sekolah jauh pun tetap semangat tiap pagi bangun langsung mandi siap-siap sekolah.Tidak hanya sekolah saja, ngaji, salat saja rajin," ujarnya.


Ditanya biaya anaknya sekolah di yayasan SLB, dari pihak Suwadi selaku orangtua hanya mengantarkan sekolah saja tiap harinya.

"Biaya tidak ada mas, seadanya," sahut Suwadi.


Terkait beredar kabar sang anak korban bullying oleh teman-temannya saat sekolah dasar reguler tiga tahun yang lalu. Pihaknya menjelaskan tidak benar hal itu karena anaknya yang aktif saja ketika berinteraksi di kelas.


"Itu tidak benar, yang namanya anak kalau ketemu guyon atau bercanda itu wajar. Jadi tidak ada anak itu dibully terus takut pindah sekolah, tidak," ungkapnya



Ayahanda Firman, pernah cerita ketika itu yang terjadi anaknya sewaktu sekolah reguler diejek teman sebaya yang keadaannya sekarang sama keterbatasan dalam berpikir.


"Jadi sampai sekarang anak yang mengejek itu juga satu sekolah di yayasan SLB yang sama," jelasnya.


Dalam pantauan di lapangan anak bungsu tiga bersaudara tersebut bermain dengan temannya di lingkungan rumah. Anak itu terlihat aktif dan tidak ada yang membuly.


"Di kampung dia malah aktif. Ngajak main teman biasa. Kadang main ke rumah, saya minta baca tulisan ya bisa," kata dia.


Karena keterbatasan ekonomi orangtua, Firman tiap harinya juga punya niat belajar ketika berada di rumahnya yang sangat sederhana. Niat belajar itu kadang didampingi kakak tertuanya.


"Karena punya semangat pengin bisa, setahun ini anaknya sudah bisa baca nulis," jelasnya.


Kuncoro sangat menyayangkan viralnya video yang diunggah di medsos hingga salah satu warganya itu menjadi perhatian masyarakat banyak. Kejadian waktu itu ayahnya antar sekolah jalan kaki bertemu di tengah jalan oleh seorang dan menanyakan keadaan sehat sekolah SLB. Dan menanyakan apakah anak bapak korban bulying.


"Anaknya bandel," jawab bapaknya.


Meski Suwadi merupakan buruh serabutan masih peduli dengan keluarganya. Tiap sorenya selalu mencari daun jeruk untuk nantinya dijual ke pasar.


"Sore metik daun jeruk. Paginya setor ke pasar. Penghasilannya tidak seberapa tapi semangatnya luar biasa," kata Kuncoro.


Dia juga bertani namun karena kerjaan ngolah sawah milik orang lain itu tidak bisa diharapkan. Kalau pun ada permintaan itu garap sawah orang itupun kalau panen bagi hasil.


"Jadi ngolah sawah bagi hasil, misal hasilnya 10 bagor. Ya pak Suwadi dapat 5 bagor beras," jelasnya.


Warga juga prihatin ketika melihat kondisi tempat tinggalnya banyak genteng yang bocor dan atap kayu rumah hampir keropos. Satu warga yang ingin membantu koordinasi dengan warga untuk dibangun rumahnya.


"Mau ada warga bantu kayu yang kerjakan warga RT tapi ndak mau. Alasannya ngrepoti," ujarnya.


Berbagai bantuan juga pernah didapatkan dari pemerintah mulai bedah rumah sampai bantuan lainnya. "Bantuan BLT, PKH juga dapat," tuturnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama